Cerita Alamanda Dirayu Nadiem Bangun Gojek

October 13, 2016

e40191ae-6eea-43fc-b7ce-7644716eba74_169

Jakarta, CNN Indonesia — Bisa dibilang wanita ini menarik perhatian lantaran dirinya berkontribusi di salah satu perusahaan teknologi Indonesia. Alamanda Shantika, berkisah bagaimana dirinya bisa berada  di Gojek.

Lulusan Binus University ini bercerita sejak kecil sudah menyukai pelajaran matematika. Kemudian saat menginjak bangku kuliah, ia memilih jurusan TI dan Matematika di tahun 2005 silam.

Setelah lulus di tahun 2010 dengan gelar ganda (double degree), ia mencoba peruntungan di sejumlah perusahaan seperti e-commerce Berrybenka hingga Kartuku.

“Saya kenal Nadiem (Nadiem Makarim) sebelum dia bangun Gojek, Nadiem juga pernah kerja di Kartuku. Lalu dia membujuk saya supaya gabung ke Gojek,” kisahnya.

Ia bercerita, saat itu ia masih bekerja untuk Kartuku sehingga ia memutuskan bergabung ke Gojek pada Mei 2014 sebagai karyawan freelance sebagai konsultan.

Alamanda mengaku ia sudah mulai mengembangkan aplikasi Gojek bersama beberapa orang di dalam timnya.

“Saat itu Gojek belum jadi apa-apa. Saya dan beberapa teman coba rancang aplikasinya dulu, gimana caranya supaya enak dipakai,” katanya lagi.

Aplikasi Gojek sejak awal dirancang oleh Alamanda dan tim, mereka semua yang mendesain tampilan antarmuka (user interface/UI) hingga programming.

“Karena saya freelance, jadi lebih sering kerja untuk Gojeknya itu malam,” imbuh wanita usia 28 tahun ini.

Kemudian, setelah hampir satu tahun freelance, ia dirayu sang CEO Nadiem untuk jadi karyawan tetap Gojek. Ia mengaku sempat mengalami dilema.

“Ibu saya bilang, buat apa saya kerja di perusahaan tukang ojek, padahal di Kartuku sudah enak,” katanya.

Kala itu masih bulan Januari 2015, dia hampir menanggalkan posisinya di Gojek. Hingga Nadiem bersikeras untuk merayunya.

“Nadiem lalu bilang, bekerja di Gojek itu bukan untuk diri sendiri. Tapi bagaimana kita terus berinovasi dan memberi hidup bagi ratusan ribu mitra ojek di luar sana. Mereka bergantung pada perusahaan ini,” kisah Alamanda.

Dari situ akhirnya ia menguatkan keinginannya dan memutuskan untuk hengkang dari Kartuku. Pada Mei 2015 ia resmi menjadi Vice President of Product.

Lalu ia diminta untuk fokus pada divisi teknologi yang membuat jabatannya menjadi VP of Technology dengan tim terdiri dari 130 orang yang bekerja di Jakarta dan Yogyakarta.

Jadi “umi”, tidak minder di tengah kaum lelaki

Alamanda menarik perhatian lantaran dirinya bisa klop di dunia teknologi, bidang yang kerap identik kaum lelaki.

Ia kemudian mengerti tentang stigma bahwa industri teknologi dikuasai oleh para lelaki, sementara dirinya wanita yang sebetulnya sejak dini telah tertarik dengan hal yang berbau hi-tech.

“Sudah bisa coding sejak umur 14 tahun,” ucap Alamanda. “Tapi saya rasa semakin ke sini peran wanita dan lelaki sudah semestinya seimbang, tidak ada perbedaan.”fd436966-555f-4564-bed0-92ddba7b1f7c_169

Ia menambahkan, selama ini tidak pernah mendapat pengalaman di mana dirinya direndahkan atau diremehkan hanya karena dirinya ‘kecemplung’ di sektor teknologi.

“Selama ini baik-baik saja. Bahkan di Gojek saya dipanggil umi, karena saya wanita dan mayoritas di tim teknologi itu laki-laki,” tuturnya sembari tertawa.

Ia juga menambahkan, menjadi wanita di dunia teknologi khususnya berada di posisi kepemimpinan seperi dirinya, justru menjadi suatu kelebihan.

“Perempuan kan apa-apa pakai perasaan, jadi kita manfaatkan sense itu untuk membangun teamwork yang lebih kokoh,” katanya.

Pernah bikin startup sebelum lulus

Alamanda lulus dari Binus di tahun 2010, namun sebelum berjuang mengerjakan tugas akhir skripsi, ia sempat mendirikan startup bersama sejumlah temannya yang juga belum lulus kuliah.

Bernama Pentool Studio, startup-nya itu memberi layanan pembuatan situs web untuk para pelaku UKM yang kesulitan membuat situs sendiri. Startup ini berdiri pada akhir 2008 lalu.

“Dulu itu kendalanya mahal kan kalau mau bikin situs web sendiri. Jadi mumpung kami punya platformnya, jadi kami menyediakan jasa desain situs dengan harga lebih murah,” jelasnya.

Ia mengakui bahwa sejak dulu sudah peduli dengan perkembangan UKM yang ingin maju, khususnya memilih ranah digital untuk menjalankan bisnisnya.

“Waktu itu sempat ada yang mau beli startup kita cuma saya dan teman-teman sudah sibuk sama hal lain dan sudah tidak fokus. Jadi daripada tidak serius, kita akhirnya menyetop Pentool Studio di 2013,” kisahnya.

Mimpi terbesar jadi Menteri Pendidikan

Punya kemampuan programming hingga coding tidak membuat Alamanda terus berada di comfort zone-nya terus-menerus.

Ia bahkan per Mei 2016 ini sudah memegang peran baru menjadi VP of Happiness Delivery yang lebih menyebar nilai kultur kerja kepada para karyawan Gojek.

Di divisi barunya itu, ia memegang dua fokus yakni people’s acquisition (perekrutan karyawan) dan people’s experience (pengalaman kerja karyawan).

“Saya pindah dari desk teknologi bukan karena jenuh, tapi memang mau coba tantangan baru yang lebih dekat dengan manusia — dalam hal ini adalah para karyawan,” ucapnya.

Lalu ia berencana dalam waktu satu tahun ke depan untuk melanjutkan studi S2 ke Stanford University di California, AS.

“Habis belajar di negeri orang, saya balik ke Indonesia dan ingin jadi dosen. Sementara mimpi jangka panjang saya, ingin jadi Menteri Pendidikan,” tutur pengagum Steve Jobs ini dengan semangat. (tyo)

 #GreaterNusantara
Sumber : http://www.cnnindonesia.com/teknologi/20160611093823-185-137399/cerita-alamanda-dirayu-nadiem-bangun-gojek/
Share This Post